Belakangan ini, dunia maya dihebohkan dengan cuitan viral mengenai acara wisuda. Kontroversi muncul ketika beberapa orang berpendapat bahwa wisuda seharusnya hanya dilakukan untuk lulusan kuliah, bukan untuk jenjang pendidikan dibawahnya seperti TK, SD, SMP, dan SMA. Perdebatan pun timbul antara kelompok yang menyebut wisuda sebagai momen sakral setelah menyelesaikan perjuangan selama kuliah dengan menyelesaikan skripsi atau tugas akhir, dan kelompok lain yang berpendapat bahwa wisuda di sekolah-sekolah merupakan cara mengabadikan momen perpisahan.
Pendukung wisuda hanya untuk lulusan kuliah berargumen bahwa wisuda merupakan puncak dari perjalanan akademik yang melelahkan dan berliku. Mereka berpendapat bahwa wisuda merupakan bentuk penghargaan yang layak untuk menghormati upaya dan dedikasi yang telah diberikan selama bertahun-tahun. Wisuda di tingkat perguruan tinggi dipandang sebagai momen sakral yang menandai akhir dari tahap pendidikan formal, dan penutup dari segala perjuangan akademik yang telah dilalui, terutama dengan menyelesaikan skripsi.
Di sisi lain, pendukung wisuda di tingkat pendidikan TK, SD, SMP, dan SMA berpendapat bahwa momen wisuda bukan hanya tentang merayakan pencapaian akademik semata, tetapi juga tentang mengabadikan momen-momen berharga dalam perjalanan pendidikan. Wisuda di tingkat sekolah dianggap sebagai ajang perpisahan yang memberikan kesempatan bagi siswa untuk membagikan kenangan dengan teman sekelas dan guru. Selain itu, acara wisuda di sekolah juga dapat memberikan motivasi dan rasa percaya diri kepada siswa ketika mereka melihat kelulusan sebagai pencapaian yang patut dirayakan.
Perdebatan ini menunjukkan bahwa pandangan tentang wisuda beragam di masyarakat. Tidak ada jawaban pasti mengenai apakah wisuda hanya untuk lulusan kuliah atau boleh dilakukan di semua jenjang pendidikan. Setiap pendapat memiliki argumen dan perspektif yang valid.
Namun, dengan adanya kontroversi tersebut, pro dan kontra menjadi hal yang biasa. Dr. Dadang Hermawan menanggapi kontroversi ini dan berpendapat bahwa pemerintah sebaiknya mengatur wisuda untuk lulusan pendidikan menengah, seperti SMA, SMK, dan MA, namun untuk anak-anak di SMP, SD, dan Paud sebaiknya menggunakan istilah pelepasan atau perpisahan, bukan wisuda atau graduation, agar tidak membingungkan dengan wisuda di perguruan tinggi.
Bagi sekolah swasta, Dr. Dadang Hermawan menyarankan agar keputusan wisuda diserahkan kepada yayasan atau badan penyelenggara yang dapat mempertimbangkan kemampuan dan keinginan orang tua. Pemerintah sebaiknya tidak terlalu mengatur hal ini. Namun, untuk sekolah negeri, pemerintah dapat mengatur sesuai dengan kondisi setempat, dengan memperhatikan perbedaan ekonomi dan kebutuhan masyarakat di wilayah tersebut.
Dr. Dadang Hermawan menekankan bahwa pendidikan di negara kita tidak perlu diseragamkan secara keseluruhan, tetapi disesuaikan dengan kondisi setempat. Pentingnya adalah anak-anak memperoleh pendidikan yang baik, pengetahuan yang memadai, sikap yang positif, serta motivasi untuk terus berprestasi.
Sementara itu, lembaga pendidikan dan para pemangku kepentingan perlu mempertimbangkan berbagai faktor, seperti nilai-nilai dan tujuan dari masing-masing jenjang pendidikan, budaya lokal, serta kebutuhan dan harapan siswa dan keluarga. Penting bagi mereka untuk mencari solusi yang mampu memenuhi kebutuhan dan memberikan pengakuan yang layak atas prestasi akademik, sekaligus menghormati momen perpisahan yang berkesan bagi setiap jenjang pendidikan.